Senin, 10 Juni 2013

PSIKOLOGI & TERAPI ‘EKSISTENSIAL’



Eksistensial adalah suatu aliran filsafat yang kebanyakan tokohnya enggan untuk menggunakan nama itu. para toko Eksistensialisme lebih senang menyebut nama-nama lain, dan Eksistensialisme hanya sebagai suatu pendekatan filosofis terhadap realitas, khususnya realitas manusia.
Sikap mereka anti system. Kata Kierkegaard; untuk memahami manusia, kita harus mengamatinya dalam kenyataan sehari-hari, mengamati manusia sebagaimana dia tampak dan menampakkan diri sebagai fenomena, dan bukan dengan mereduksinya kedalam abstraksi-abstraksi. Pandangan ini menjadi pandangan para Eksistensialis dan mendapatkan nama serta pendasaran filosofi pendekatan tersebut sebagai “fenomenologi” oleh Edmund Husserl.
Ciri lain dari Eksistensialisme adalah; para Eksistensial memandang subjek dan objek atau manusia dan dunia sebagai suatu kesatuan yang menjalin relasi dialekstik, suatu pandangan yang jelas bertentangan dengan dualisme Descartes yang memisahkan dan mempertentangkan subjek dan objek, jiwa dan badan, atau manusia dan dunia.
Sekalipun para Eksistensial itu banyak dan beraneka dalam pandangannya, tetapi secara umum mereka memiliki focus pandangan yang dikatakan sebagai pandangan Eksistensialisme yaitu sama-sama memusatkan perhatian pada kondisi-kondisi dasar manusia dan memandang manusia sebagai pribadi (person).
Seperti dikatakan diatas cara pandang mereka terhadap alam dan manusia menggunakan pendekatan Fenomenologi. Lalu apa fenomenologi itu? fenomenologi bukan suatu system atau aliran filsafat, juga bukan suatu disiplin ilmu. M.A.W. Brouwer menyebutkan bahwa; jika melihat karya-karya Husserl, bisa diperoleh gambaran bahwa fenomenologi itu suatu pendekatan atau cara melihat sesuatu.Marleau-Ponty menjelaskan fenomenologi sebagai filsafat yang berusaha mengembalikan essensi kedalam eksistensi, suatu filsafat yang tidak mengharapkan akan samapai kepada pemahaman manusia kecuali dengan bertitik tolak dari faktisitas manusia. Ponty juga menyebut fenomenologi sebagai metode pemahaman manusia dengan cara mendeskripsikan pengalaman-pengalaman manusia sebagaimana adanya. Sedangkan Hall dan Lindzey (1970) mengatakan fenomenologi sebagai metode pendiskripsian data dari pengalaman ssegera (immediate experience), suatu metode yang ditujukan untuk ‘memahami’ ketimbang ‘menerangkan’ fenomena.
Seperti kata Misiak dan Sexton, setipa Eksistensialis adalah fenomenolog, yakni menganalisa situasi keberadaan manusia melalui pengamatan langsung atas pengalaman manusia. Tetapi tidak semua fenomenolog analah Eksistensialis.
Tokoh-tokohnya adalah; Ludwig Binswager (1881-1966) dan Medard Boss (1903), keduanya adalah pengikut Heiddegger. juga Viktor Frankl (dengan nama Logoterapi). Sebagian kritikus mendefinisikan “psikologi Eksistensial” sebagai ilmu empiris tentang keberadaan manusia yang menggunakan metode analis fenomenologis.
Beberapa kritik yang dilontarkan, karena prinsip yang dianut ‘psokologi Eksistensial’ khususnya oleh kaum Behaviorisme (Watson dan Skinner) yaitu;
Pertama, psikologi eksistensial sama sekali menolak hukum sebab-akibat yang berasal dan ilmu alam yang digunakan oleh beberapa pendekatan psikologi. Menurut para tokoh psikologi eksistensial, hukum sebab-akibat itu tidak cocok untuk digunakan dalam psikologi, sebab manusia bukan benda atau objek yang pasif, melainkan subjek yang dinamis. Oleh karena itu, menurut mereka, yang cocok untuk digunakan di dalam psikologi adalah konsep motivasi, suatu konsep mengenai sumber dan proses kemunculan tingkah laku yang dimengerti dalam kaitan sebab-akibat, tetapi melihat partisipasi aktif manusia sebagai penyebab kemunculan tingkah laku itu. Perbedaan antara hukum sebab-akibat dengan konsep motivasi itu bisa diterangkan melalui contoh jendela yang terbuka oleh embusan angin dan jendela yang terbuka oleh manusia. Baik angin maupun manusia sama-sama menimbulkan akibat terhadap jendela, yakni jendela itu menjadi terbuka. Sebabnya adalah, baik angin maupun manusia sama memiliki daya dorong. Bagaimanapun, berbeda dengan angin, manusia membuka jendela tidak semata-mata karena memiliki daya dorong, tetapi juga karena memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapainya, umpamanya untuk memperoleh angin segar atau untuk menerangi ruangan. Dan dalam tindakannya mendorong jendela itu, manusia disertai proses-proses kognitifnya yang memungkinkan dia bisa menentukan di mana tangan harus diletakkan dan berapa besar tenaga harus dikeluarkan. Prinsip yang petama ini berkaitan dengan prinsip yang kedua.
Kedua, psikologi eksistensial berprinsip bahwa pengalaman atau tingkah laku manusia adalah hasil dari manusia itu sendiri sebagai suatu totatitas yang berkehendak, bukan semata-mata sebagai hasil dari stimulus internal (naluri-naluri atau dorongan-dorongan) dan atau stimulus eksternal (lingkungan). Menurut para ahli psikologi eksistensial, usaha memahami manusia dengan mengandaikan adanya kekuatan-kekuatan deterministik dan memandang kekuatan-kekuatan deterministik itu sebagai penyebab kemunculan tingkah laku adalah memutarbalikkan dan memecah belah keberadaan manusia serta mengingkari otonomi dan kebebasan manusia. Pendek kata, uraian mengenai tingkah laku dan keberadaan manusia dengan menggunakan istilah-istilah naluri, dorongan, energi psikis, maupun energi fisik tidak berlaku dalam psikologi eksistensial. Sebaliknya, dengan menggunakan konsep-konsep dasar eksistensialisme dan metode fenomenologi, para ahli psikologi eksistensial mempelajari manusia melalui pengamatan langsung atas pengalaman atau tingkah laku manusia sebagaimana pengalaman atau tingkah laku itu muncul dalam kesegeraannya atau tampil sebagai fenomena, dan melukiskanya setepat mungkin. Dan deskripsi atau pelukisan fenomenologis bukanah penguraian sebab-akibat. (Van Kaam. 1966)
Ketiga, psikologi eksistensial mencurigai teori, sebab teori —banyak di antaranya — terlalu mempersoalkan hal-hal yang tak bisa diamati dan menganggap hal-hal tersebut sebagai penyebab kemunculan hal-hal yang bisa diamati. Yang dimaksud dengan hal-hal yang tak bisa diamati itu adalah struktur-struktur hipotetis yang dianggap ada pada manusia seperti ego, drive, dan semacamnya, sedangkan yang dimaksud dengan hal-hal yang bisa diamati adalah fenomena, dalam hal ini fenomena tingkah laku. Menurut para ahli psikologi eksistensial, fenomena itu bukan muka atau kutipan dari sesuatu yang lainnya, melainkan sesuatu yang hadir dalam kesegeraannya (tanpa diantarai). Para ahli psikologi eksistensial menekankan bahwa dalam mempelajani tingkah laku manusia, kita harus bebas dari praduga-praduga ilmiah yang biasa ditimbulkan oleh teori-teori, dan harus mengamati apa yang bisa diamati (fenomena tingkah laku), serta menjabarkan atau melukiskan fenomena yang diselidiki dalam penampilannya yang utuh dan dalam susunannya yang asli (Binswanger, 1963). Pada saat yang sama, para ahli psikologi eksistensial menentang pendekatan psikologi yang mengabaikan pengalaman-pengalaman-dalam (inner experiences) manusia dan yang melulu mempersoalkan tingkah laku yang nampak (overt behavior). Dalam pandangan psikologi eksistensial, pengalaman-pengalaman-dalam (ketakutan, kecemasan, pengharapan, rasa bersalah) itu sama vitalnya dengan tingkah laku-tingkah laku yang nampak.
Akhirnya, psikologi eksistensial menentang dengan gigih pendekatan psikologi yang memandang manusia seperti memandang batu atau pohon, dan yang memperlakukan manusia sebagai objek yang bisa dimanipulasi seperti memperlakukan hewan-hewan percobaan di dalam laboratonium.

Menurut psikologi Eksistensial, pandangan dan perlakuan semacam itu tidak hanya merusak keutuhan manusia yang menghambat para ahli psikologi untuk memahami manusia secara penuh di dalam keberadaannya. tetapi juga mengakibatkan dehumanisasi manusia. Psikologi eksistensial masuk ke dalam arena kritik-kritik sosial dengan melancarkan serangan terhadap pengasingan dan fragmentasi manusia oleh teknologi, birokrasi, dan mekanisasi. Menurut para ahli psikologi eksistensial, apabila manusia dipandang sebagai suatu yang bisa diatur, dikendalikan, dibentuk dan dieksploitasi, maka manusia akan terhambat dalam mencapai kehidupan yang sungguh-sungguh dan manusiawi.

0 komentar:

Posting Komentar